Senin, 08 April 2013

Cerita Windy tentang orang Swiss

Selamat pagi Indonesia,

Saya hampir menyelesaikan membaca buku Windy Ariestanty - LIFE TRAVELLER yang kemarin saya pinjam dari perpustakaan LIA Medan. Ada hal menarik mengenai perjalanannya yang dia ceritakan di buku tersebut dan menarik untuk saya bagikan dalam tulisan ini.

Pada hal 244, Windy bercerita mengenai penduduk Swiss yang menganggap sumber kebahagian mereka adalah bebas dari rasa iri.Walaupun Swiss adalah negara kaya, namun penduduknya tidak suka pamer kekayaan. Kalimat 'Don't shine the spotlight too brightly on yourself or you might get shot'. Windy sendiri mengetahuinya dari buku Eric Weiner. Penduduk Swiss cenderung menghindari pembicaraan tentang uang dan lebih memilih bercerita tentang urusan kelamin dari pada duit yang mereka miliki.

Saya tersenyum membacanya. Di sana, semakin kaya seseorang, semakin bersahaja penampilannya. Saya jadi ingat tayangan di stasiun televisi Indonesia yang isinya membuat acara ubek-ubek rumah, kamar bahkan sampai lemari selebriti Indonesia. Ada lagi yang mobil, tas bahkan dompetnya juga diperiksa untuk dipamerkan ke masyarakat. Norak rasanya. Sama noraknya dengan lembaran majalah yang isinya adalah menilai harga pakaian, aksesories, gadget dan printilan lain-lain yang dikenakan oleh si 'korban' yang tertangkap basah oleh kamera. Rasanya orang tersebut seperti 'dikuliti hidup-hidup' oleh mata pembacanya untuk dinilai berapa 'harga' diri atas barang yang dikenakan.

Saya tidak paham apa manfaatnya bagi masyarakat atas tayangan dan juga halaman media cetak tersebut menampilkan hal tersebut. Rasanya seperti meminta pengakuan dari orang lain dengan bilang 'saya cukup mampu membeli ini semua dengan harga seperti ini. Saya tidak mati gaya' Haghaghag.

Saya tidak tahu apakah ada hubungan pepatah 'padi kian berisi, kian merunduk' dengan keadaan ekonomi seseorang. Karena biasanya pepatah tersebut dipakai untuk menunjukkan intelektualitas seseorang. Tapi, sepertinya itu berlaku pada penduduk Swiss.

Selamat beraktifitas Indonesia.

Salam,
Ingrid Tambun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar