Rabu, 06 Maret 2013

The Boy In The Striped Pyjamas


Apa bagian terbaik dari sebuah peperangan? Faktanya tidak ada yang mendapat keuntungan, bahkan oleh pihak yang unggul dalam peperangan itu sendiri.

Saya bukan orang yang suka menonton film peperangan, tapi saya tertarik menonton film The Boy In The Striped Pyjamas, sebuah film yang berkisah tentang Nazi, kamp, pembantaian, keluarga yang bahagia menjadi keluarga yang berduka.

Kisahnya dimulai saat seorang anak, yang merupakan tokoh utamanya, Bruno (Asa Butterfield) harus pindah bersama keluarganya dan berpisah dengan teman bermainnya, mengikut sang ayah, yang merupakan seorang tentara yang mendapat promosi untuk mengawasi satu kamp di luar kota Berlin.

Home is where the family is, adalah kalimat sakti ayahnya, saat Bruno ingin kembali ke rumah lamanya, karena di rumah barunya, dia tidak punya teman main pastinya, karena wilayah itu steril dari pemukiman sipil.

Seorang anak yang belum paham dengan keadaan yang ada di sekelilingnya, seharusnya diberikan informasi yang benar, sehingga dia memegang nilai yang benar. Namun, dalam film ini, Bruno dan kakaknya diajarkan mengenai nilai/paham yang tidak benar. Saya tidak perlu menjelaskannya di sini.

Silahkan tonton filmnya, karena film ini sejujurnya memberitahu kita bahwa tidak ada hal yang baik dari sebuah peperangan, pembunuhan, bahkan oleh pihak yang berkuasa/menang dalam peperangan itu sendiri pun merasakan kerugian.

Siapa yang menduga bahwa persahabatan justu muncul di antara Bruno dan seorang anak keturunan Yahudi, Shmuel (Jack Scanlon) yang berada di sebuah kamp konsentrasi, yang tidak sengaja di temuinya saat dia bermain di hutan dan menemukan kamp tersebut.

Bruno berpikir bahwa hidup adalah tentang bermain, dia tidak mengetahui bahwa apa yang dikerjakannya akan menjadi sebuah ancaman bagi dirinya dan juga Shmuel, jika hal itu diketahui oleh orang tuanya.

Kalimat "John Betjeman - Childhood is measured out by sounds and smells and sights before the dark hour of reason grows" di awal film, membuat saya berpikir bahwa Shmuel sudah kehilangan masa kecilnya yang indah, walaupun usianya sama dengan Bruno, delapan tahun, karena masa itu sudah digantikan dengan suramnya keadaan di kamp konsentrasi.


Salam damai,
Ingrid Tambun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar