Judul Buku : Marah Dengan Cinta (The Complete
Marriage Book)
Penulis : David Stoop dan Jan Stoop
Penerbit : Andi
Edisi/ Cetakan : Keenam
Tahun : 2009
Tebal : 37 halaman
Proses membangun
pernikahan dimulai dari hubungan asmara yang awalnya terasa menggairahkan,
meyakinkan dan menyenangkan di masa pacaran. Memasuki pernikahan, hubungan
tersebut dengan sendirinya menuntut agar pasangan suami-istri memiliki kekuatan
dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mewujudkan pernikahan yang bahagia.
Pernikahan menunjukkan
sejauh mana kita mampu merundingkan berbagai hal dan seberapa terampil kita
mampu menyelesaikan konflik. Saat dua orang hidup bersama dengan komitmen untuk
meningkatkan kedekatan, keterbukaan, dan keintiman, maka potensi untuk
mengalami luka, sakit hati, frustasi dan kesalahpahaman serta marah menjadi
sangat besar.
Sebelum memasuki
pernikahan, sebaiknya perlu memahami dan mengetahui ungkapan kemarahan diri dan
pasangan. Menurut kamus Webster, marah adalah gejolak emosi yang dipicu oleh
rasa tidak suka yang sangat kuat. Marah merupakan perasaan tersinggung atau
tidak senang yang begitu kuat. Marah mencakup keadaan siap secara fisik. Saat
kita marah, pikiran dan tubuh kita bersiap untuk bertindak. Marah melibatkan
energi fisik dan emosi.
Sebagian besar orang
lebih sering mengalami marah daripada mengakuinya. Emosi marah dapat
menghasilkan energi yang sangat besar untuk memperbaiki kesalahan dan mengubah
berbagai hal untuk kebaikan. Kita sering gagal untuk melihat bahwa masalah yang
Tuhan izinkan terjadi kepada kita, sebenarnya merupakan kesempatan emas untuk
belajar, bertumbuh dan dipakai Allah untuk melakukan perubahan ke arah
kebaikan.
Kita mungkin
memiliki kendali minimal atas kenyataan bahwa kita marah, tetapi kita memiliki
kendali penuh untuk memilih cara mengungkapkan kemarahan. Menggunakan energi
marah dengan bijak dapat memberikan fokus dan intensitas serta memimpin ke arah
produktivitas yang lebih besar.
Langkah sederhana
dalam menghadapi kemarahan:
Langkah 1:
Menghadapi dengan hati-hati. Menyadari seberapa sering kemarahan muncul,
situasi yang memunculkan kemarahan, bagaimana tubuh menghadapi kemarahan,
bentuk fisik kemarahan apa yang muncul dari diri sendiri?
Langkah 2: Menerima
tanggung jawab. Keadaan di luar kendali diri sendiri dapat menjadi penyebab
kemarahan. Namun, kita bertanggung jawab atas tanggapan yang kita pilih.
Langkah 3: Menentukan
terlebih dahulu siapa atau apa yang akan memegang kendali. Sewaktu marah, kita
tidak selalu dapat mengendalikan diri, tetapi kita dapat meminta pertolongan Allah
untuk memilih cara mengekspresikan kemarahan itu.
Langkah 4:
Identifikasi sumber dan penyebabnya. Tanyakan padadiri sendiri, situasi dan
siapakah yang membuat kemarahan muncul? Bagaimana tanggapan terhadap rasa marah
itu?
Langkah 5: Memilih
tanggapan Anda. Memanfaatkan kemarahan itu atau menginvestasikannya. Sediakan
waktu untuk mengakui pendapat dan perasaan orang lain. Terbukalah untuk meminta
maaf dan memberi penjelasan. Pastikan Anda berbicara kebenaran dalam kasih.
David Augsberger
memberikan tiga nasihat yang baik dalam mengatasi kemarahan:
- Marahlah, namun berhati-hatilah. Karena Anda tidak akan pernah menjadi demikian lemah seperti saat Anda marah.
- Marahlah, namunberhati-hatilah, karena kemarahan dapat menjadi gaya hidup.
- Marahlah, namun tetaplah baik. Hanya kemarahan yang dimotivasi kasihlah yang membangun dan kreatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar