Selasa, 13 November 2012

Marah Dengan Cinta


Judul Buku          : Marah Dengan Cinta (The Complete Marriage Book)
Penulis              : David Stoop dan Jan Stoop
Penerbit             : Andi
Edisi/ Cetakan       : Keenam
Tahun                : 2009
Tebal                : 37 halaman
Proses membangun pernikahan dimulai dari hubungan asmara yang awalnya terasa menggairahkan, meyakinkan dan menyenangkan di masa pacaran. Memasuki pernikahan, hubungan tersebut dengan sendirinya menuntut agar pasangan suami-istri memiliki kekuatan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mewujudkan pernikahan yang bahagia.
Pernikahan menunjukkan sejauh mana kita mampu merundingkan berbagai hal dan seberapa terampil kita mampu menyelesaikan konflik. Saat dua orang hidup bersama dengan komitmen untuk meningkatkan kedekatan, keterbukaan, dan keintiman, maka potensi untuk mengalami luka, sakit hati, frustasi dan kesalahpahaman serta marah menjadi sangat besar.
Sebelum memasuki pernikahan, sebaiknya perlu memahami dan mengetahui ungkapan kemarahan diri dan pasangan. Menurut kamus Webster, marah adalah gejolak emosi yang dipicu oleh rasa tidak suka yang sangat kuat. Marah merupakan perasaan tersinggung atau tidak senang yang begitu kuat. Marah mencakup keadaan siap secara fisik. Saat kita marah, pikiran dan tubuh kita bersiap untuk bertindak. Marah melibatkan energi fisik dan emosi.
Sebagian besar orang lebih sering mengalami marah daripada mengakuinya. Emosi marah dapat menghasilkan energi yang sangat besar untuk memperbaiki kesalahan dan mengubah berbagai hal untuk kebaikan. Kita sering gagal untuk melihat bahwa masalah yang Tuhan izinkan terjadi kepada kita, sebenarnya merupakan kesempatan emas untuk belajar, bertumbuh dan dipakai Allah untuk melakukan perubahan ke arah kebaikan.
Kita mungkin memiliki kendali minimal atas kenyataan bahwa kita marah, tetapi kita memiliki kendali penuh untuk memilih cara mengungkapkan kemarahan. Menggunakan energi marah dengan bijak dapat memberikan fokus dan intensitas serta memimpin ke arah produktivitas yang lebih besar.
Langkah sederhana dalam menghadapi kemarahan:
Langkah 1: Menghadapi dengan hati-hati. Menyadari seberapa sering kemarahan muncul, situasi yang memunculkan kemarahan, bagaimana tubuh menghadapi kemarahan, bentuk fisik kemarahan apa yang muncul dari diri sendiri?
Langkah 2: Menerima tanggung jawab. Keadaan di luar kendali diri sendiri dapat menjadi penyebab kemarahan. Namun, kita bertanggung jawab atas tanggapan yang kita pilih.
Langkah 3: Menentukan terlebih dahulu siapa atau apa yang akan memegang kendali. Sewaktu marah, kita tidak selalu dapat mengendalikan diri, tetapi kita dapat meminta pertolongan Allah untuk memilih cara mengekspresikan kemarahan itu.
Langkah 4: Identifikasi sumber dan penyebabnya. Tanyakan padadiri sendiri, situasi dan siapakah yang membuat kemarahan muncul? Bagaimana tanggapan terhadap rasa marah itu?
Langkah 5: Memilih tanggapan Anda. Memanfaatkan kemarahan itu atau menginvestasikannya. Sediakan waktu untuk mengakui pendapat dan perasaan orang lain. Terbukalah untuk meminta maaf dan memberi penjelasan. Pastikan Anda berbicara kebenaran dalam kasih.
David Augsberger memberikan tiga nasihat yang baik dalam mengatasi kemarahan:
  1. Marahlah, namun berhati-hatilah. Karena Anda tidak akan pernah menjadi demikian lemah seperti saat Anda marah.
  2. Marahlah, namunberhati-hatilah, karena kemarahan dapat menjadi gaya hidup.
  3. Marahlah, namun tetaplah baik. Hanya kemarahan yang dimotivasi kasihlah yang membangun dan kreatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar