Selasa, 22 Januari 2013

Sopan

Menjadi sopan tidak memandang usia, gender, ataupun kedudukan. Kita hanya butuh kerendahan hati untuk saling menghargai. Kejadian di angkot sewaktu pulang kantor tadi membuat saya bertanya kenapa berlaku sopan harus memandang dengan siapa kita berinteraksi.

Pulang kantor saya tertahan di kantor karena hujan deras. Setelah hujan rintik-rintik, saya bergerak mencari angkot. Saya mampir di tempat makan sup kambing langganan. Pulangnya saya menumpang angkot lagi dan duduk di depan, di samping pak kusir, eh, supir.

Kejadiannya terjadi saat seorang penumpang perempuan hendak turun di simpang lampu merah. Pak supir sudah katakan iya. Namun, dia cari posisi aman menurunkan penumpang. Tapi, parahnya angkot di kota Medan ini serasa empunya seluruh jalanan, semuanya berlomba-lomba menguasai jalan menurunkan penumpang. Sopir masih cari tempat aman untuk menurunkan penumpang. Si perempuan teriak lagi. Penumpang lain mengatakan untuk bersabar, karena posisi sedang di persimpangan.
Akhirnya, posisi seadanya diberikan pak sopir karena si perempuan mengomel. Di sinilah dibutuhkan kedewasaan sikap. Apa karena kita marah kita berhak tidak sopan kepada orang lain?

Perempuan itu meleparkan uangnya dari hadapan saya ke arah sopir. Saya terkejut. Kenapa dia melakukan itu? Apa karena pak sopir itu butuh uangnya dan karena merasa tidak senang, maka dengan bebasnya melakukan hal itu?

Sopan itu berlaku umum. Seperti tertulis pakai stiker di kaca angkot:
ANDA SOPAN, KAMI SEGAN.

Bukan karena kita muda, maka kita harus sopan kepada orang yang lebih tua. Tapi, karena kita tahu menjadi sopan adalah hal baik yang sama sekali tidak mengenal usia, gender ataupun kedudukan.

 Peluk hangat,
Ingrid Tambun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar